Wednesday, January 25, 2012
JIKA PALEMAHAN TERKOYAK MAKA PAWONGAN AKAN TERSAKITI DAN PRAHYANGAN AKAN MEMUDAR
Palemahan adalah alam ini. Alam tempat manusia hidup dan berkehidupan. Oleh karena itu haruslah ada hubungan yang harmonis, selaras dan seimbang antara manusia dengan alam. Keserakahan manusia dalam mengeksploitasi alam, ujung ujungnya akan menyakiti manusia itu sendiri. Global warming adalah contoh nyatanya.
Untuk menjaga palemahan awig awig/hukum hukum dan aturan aturan haruslah menjadi pagar hidup yang tidak boleh diganggu dan disakiti. Hukum hukum dipelihara dan disayangi sebagai sesuatu yang sakral dan suci. Karena hukum hukum itu dibuat berdasarkan ajaran Tat Wam Asi. ( Hukum Kesetaraan ). Aku adalah Dia. Dia adalah Aku. Seandainya Aku menjadi Dia. Seandainya Dia menjadi Aku. Masyarakat yang menegakkan hukum dan menghormati disebut masyarakat Kertha Gama. Tri Hita Karana menjamin peluang penuh untuk terwujudnya Negara Kertha Gama. Sebuah negara yang damai dan lestari
Tapi ketika Palemahan dianiaya dan dikuliti, maka Pawongan dan Prahyangan akan sakit. Kebijakan dan arah pemerintahan haruslah pro Pawongan, dengan jalan melstarikan Palemahan sehingga Pawongan dan Prahyangan dapat tumbuh. Peningkatan penghasilan keluarga, peningkatan taraf kesehatan dan pendidikan adalah tindakan yang pro Pawongan. Hal ini akan terwujud apabila masyarakat tetap dapat berkreativitas dalam kondisi yang beradab. Kondisi alam yang beradab dan kondisi hukum yang beradab.
Di Bali ada larangan untuk membuat bangunan lebih tinggi dari 15 meter. Katanya itu merupakan bisama kesucian. Akibatnya adalah semakin berkurangnya ruang bebas (free space) karena pembangunan akan cendrung melebar dan mengambil luas lahan kesamping. Hal ini membuat harga tanah di Bali dan Badung pada khususnya menjadi tak terjangkau para keluarga keluarga pemula. Mereka terpaksa tinggal dan hidup dalam suasana kumuh yang berpotensi penyakit. Disamping itu ruang hijau yang segar menjadi sempit.
Sepertinya ini adalah bisama yang kurang pro Pawongan. Kesucian tak mengenal ketinggian. Ukuran tinggi rendah sehari hari adalah ukuran relatif. Jika kita turun menembus bumi maka kita akan muncul naik di permukaan bagian Bumi di seberang. Atau jika di Indonesia kita turun menembus Bumi maka akan muncul di Amerika.
Tinggi rendah secara kosmologi tidak ada. Jika kita terbang ke angkasa luar maka disana tak ada tinggi rendah. Karena tak ada lagi gravitasi. Apalgi di Inter stelar space ( ruang antar bintang) maka sama sekali tak ada gravitasi sehingga tak ada tinggi rendah, Bahkan sel sel kita disana akan berhenti bekerja karena hampir tak ada waktu. Apalagi dikaitkan dengan stana para Dewa yang pada intinya hanya merupakan personifikasi alam. Maka Dewa Dewa itu bukanlah mahluk 4 dimensi seperti kita. Mereka adalah mahluk diluar 4 dimensi. Jadi tak ada urusan dengan tinggi rendah seperti difinisi kehidupan kita sehari hari di dunia 4 dimensi.
Kekurangbijakan pasti akan meminta korban. Kalau tidak, tak akan bisa bijak.. Bisama yang melarang bangunan lebih tinggi dari 15 meter akan meminta korban, berupa penyempitan lahan hijau yang sehat. Disamping harga tanah akan melangit ( buble price). Kenapa orang Bali tidak berfikir cerdas sesuai dengan ajaran Saraswati?. Kenapa tidak dari sejak awal menentukan lokasi lokasi bangunan pariwisata yang merupakan komplek pemukiman turis. Biarkan tinggi bangunan itu tak dibatasi. Juga bagi para pendatang ( duktang) kalau ingin membangun sediakan lokasi khusus sehingga perkembangan kota tidak semrawutan. Jangan batasi ketinggian mereka. Bila perlu Pemerintah membuatkan apartemen apartemen untuk mereka, dan mereka boleh membeli atau menyewa. Tempatkan apartemen apartemen itu di daerah yang kurang produktif dan jauh dari permukman virgin, sehingga kita tetap mempunyai lahan pertanian yang subur.
Jika para turis dan duktang dibuatkan apartemen atau hotel yang beralokasi sepanjang daerah pantai yang mengelilingi Bali, maka di tengah tengah pulau Bali tetap ada space atau ruang asri yang lega dan hijau. Desa desa tak terdesak diserbu oleh pasukan beton seperti sekarang ini. Kegiatan peribadatan dapat berlangsung dengan tentram. Wilayah pedesaan tetap damai tak terimbas oleh budaya matrialis, sehingga desa desa pakraman tetap trepti.
Biarkan ada pencakar pencakar langit yang mengelilingi pulau Bali bagai pagar yang kokoh. Untuk tempat Ida Bethara melelasti tentukan lokasi lokasi pantai yang dianggap keramat dan bebas dari bangunan. Dengan adanya kemajuan dibidang transfortasi maka tak sulit untuk menjangkau pantai tersebut dari tempat manapun di Bali. Tiap kabupaten memiliki 2 sampai 3 lokasi pantai keramat tempat melelasti.
Dengan dialokasikannya bangunan bangunan pada daerah tertentu dan tidak dibatasinya ketinggian mereka, maka Bali akan tetap mempunyai ruang ( space) yang ”Clean and Green”.
Begirtu pula wacana untuk mengharuskan agar bangunan di Bali harus sesuai dengan arsitektur Bali akan membuat Bali ini tetap berjalan di tempat. Budaya adalah denyut dinamika sesuai dengan kultur jamannya. Tri Hita karana tetap akan melahirkan budaya agung dalam era apapun. Tetapi yang satu ini tak boleh ditawar, yaitu jangan sampai mengoyak Palemahan.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment