jasa arsitektur rumah dan desain villa, klik disini...

Monday, November 25, 2013

ORIENTASI KEBENDAAN



Cahaya Sang Baskara masih redup  di Zenith langit katulistiwa, berselimut  awan kelabu desember  yang sarat  dengan inti inti hujan bergelantungan.  Sekuntum bunga ungu kemerahan tersembul dari semak semak yang dingin.  Cantik sekali.  Burung perkututpun  sibuk menyanyikan pujiannya dari atas dahan.

Tuli sibuk memebelah belah kayu bakar, agar lebih cepat kering kalau di jemur. Sementara Butha  berjongkok di sampingnya menghangatkan badan , karena udara desember selalu dingin dan hujan baru saja reda  empat jam yang lalu.

Sembari mengayun ayunkan kapak  Tuli  melempar beberapa pertanyaan pada Butha tentang  nasib perjalanan peradaban manusia.

Tuli :” Butha ….. apakah sebenarnya yang memicu pertarungan manusia dengan alam  ?, kenapa itu terjadi ?”

Butha :”  Hmmm..... Tuli , manusia bisa bertahan baik baik saja dalam 3 hari, cukup dengan 5 liter air dan 3 buah ketela . Tapi manusia tak puas dengan hal itu, karena kebodohannya sendiri  sekaligus karena kepandaiannya sendiri :”

Tuli :” ??? Maksudnya....?”

Butha :” Ya ..disatu sisi peradaban telah mengajarkan manusia untuk mengaktifkan dan mengasah kecerdasan intlegensinya (IQ)  di otak kanan, sehingga gen gen untuk hal tersebut semakin ON. Tapi disisi lainnya seiring dengan itu  gen gen kecerdasan hati (EQ) menjadi tertekan dan atropi.

IQ akan selalu bermain hitung hitungan, untung rugi, selalu penakut, cemas, siaga, curiga, bahkan menyerang duluan walaupun belum tentu diserang.  Kecerdasan ini selalu mengajarkan kecemasan masa depan, selalu berpacu, tak pernah puas.  Nah kecerdasan inilah yang mencidrai alam. Kecerdasan ini mengajarkan untuk  selalu merasa tidak aman dan cendrung  menyelamatkan diri sendiri serta berorientasi kebendaan.

Rupanya kecerdasan IQ ini sedang mendominasi  manusia abad ini. Mereka menganggap inilah kebenaran.  Hal hasil mereka bergerak tak henti, ingin membangun kesejatian dirinya  lewat kecerdasan ini.  Mereka memandang alam melalui mata kecerdasan ini. Mereka mengiris iris alam dengan sebuah mata pisau yang mereka sebut dengan istilah logika atau ilmiah.  Mata hati mereka / kecerdasan emosional mereka hampir tertutup.

Hal hasil hampir pada seluruh diri manusia dilanda rasa tidak damai.  Rasa damai adalah perwujudan dari keseimbangan, yaitu suatu keadaan equilibrium dimana semua potensi kecerdasan pada diri manusia berdiri sejajar dan seimbang.

Manusia adalah inti semesta (the  core of nature), maka jika manusia tidak damai maka alam tempat manusiapun tidak damai. Alam  adalah sebuah cermin  sejati.  Alam akan menampilkan siapa wajah anda yang sebenarnya. Alam akan merespon balik  semua data data tentang anda tanpa ada yang hilang. Alam ini sangat elastis seperti karet. Kalau anda memandang alam ini baik maka ia dan anda akan baik baik saja  dan sebaliknya. Kalau anda memakai kaca mata hijau maka alam ini akan tampak hijau, kalau anda memakai kaca mata merah , maka alam ini akan tampak merah.

Alam ini  perwujudan alam  kecil dalam diri anda. Setiap manusia memiliki alam kecilnya sendiri yang pas untuk dirinya,  yang  tak sama dengan alam kecil manusia yang lain. Alampun mensetting dirinya untuk memenuhi hal itu sehingga sesuai dengan kata orang bijak bahwa “ seberapa jumlah manusia sebegitulah jumlah dunia”.
Jadi setiap manusia membawa dunianya sendiri yang akan diproyeksikan pada alam. Alam akan mengantarkan anda pada manifestasi terakhir  keberadaan anda. Kecerdasan emosional yang selalu menyayangi  tanpa sarat dan bahkan selalu mengeliminasi dirinya sendiri, demi sebuah keseimbangan , sekarang menjadi barang langka karena akibat pertumbuhan sebuah peradaban intlegensi yang dominan. Bahkan sekarang  para sarjanapun sibuk  belajar hanya untuk mendapatkan gelar, menambah embel embel egoisitas pada namanya dan bukan mencari kedalaman ilmu pengetahuan yang sebenarnya. Seperti kehilangan momentum kendali untuk ingin tahu, dan bahkan di ujung pencariannya tidak tahu apa yang dicari.

Pahlawan pahlawan  gigih seperti Thomas Alpha Edisson dan Einstein dan sebagainya  sudah sangat jarang. Orang orang yang tekun untuk menemukan sebuah rahasia  ilmu pengetahuan tanpa motivasi egoisitas. Oleh karena itu peradaban manusia saat ini sedang dilanda sebuah epidemi  penyakit difisiensi yang disebut difisiensi kedamaian dan sudah tentu kurang gizi kebahagiaan. Manusia akan menghabiskan masa hidupnya dalam lecutan  dan deraan kecerdasan intlegensinya.  Manusia lupa hidup. Di saat menjelang kematiannya dia akan mendapatkan bahwa hidupnya selama ini adalah pelarian hampa yang tak henti.  Dia sulit berterimakasih kepada hidup, karena sebenarnya selama ini dia tidak benar benar hidup. Dari sudut pandang kemanusiaan hal ini sangat menyedihkan. Sebab kemanusiaan yang bersemayam pada diri manusia  sebenarnya adalah  perwujudan dari kumpulan berbagai kecerdasan kecerdasan   yang selalu  seimbang dan harmonis.  Jika tidak maka artinya kemanusiaan pada diri manusia  tidak eksis “.

Tuli :” ...Jadi ..peradaban manusia saat ini perlu dikasihani …?”.

Butha :” Ya.. sebuah hidup adalah hadiah dari alam untuk dimengerti, bukan untuk dipikirkan.  Kelahiran adalah bertujuan untuk bahagia, jauh diatas tujuan dan kepentingan untuk tahu. Pikiran adalah senjata yang bisa melukai diri  manusia itu sendiri atau sesamanya atau alam. Harus ada keseimbangan dengan kecerdasan hati dan keceradasan spirit yang merupakan wujud utuh sebuah kemanusiaan. Sehingga peradaban yang kita jalani sekarang ini bukanlah peradaban manusia tapi adalah sebuah peradaban kemanusiaan.  Alam tak pernah kehabisan potensi untuk membuat manusia bahagia, cuma alam selalu menunggu  tumbuhnya potensi kemanusiaan pada diri manusia, karena hal itu satu satunya kunci yang mampu menggedor pintu alam untuk menumpahkan  segala keberlimpahannya”.

Tuli:” ….Apakah berorientasi pada kebendaan ...merupakan kebodohan ?”.

Butha :”...Bukan saja kebodohan, tapi sekaligus kepicikan dan kekerdilan. Manusia telah mengkerdilkan keberadaan kesejatiannya sendiri yaitu kemanusiaan.  Kemanusiaan adalah sebuah kecerdasan yang hampir setara dengan kecerdasan alam.  Rupanya saat ini manusia sedang belajar untuk bodoh, demi menyongsong kepunahannya seribu tahun lagi. Perang dengan alam sama artinya menggali kuburan sendiri. Manusia ditakdirkan untuk hidup pada sebuah kantong materi yang terdiri dari darah, daging dan tulang adalah untuk menyadari kamahakuasaan alam dan sekaligus berbahagia dengan hal itu. Titik, Cukup. Niat untuk melakukan eksploitasi besar besaran dan membabi buta terhadap alam adalah bentuk lain dari niat terselubung untuk menyingkirkan kemanusiaan itu sendiri”.       

Tuli :” Ha ha … Butha .. kayaknya kamu lebih berbakat jadi penyair dari pada ...jadi pemikir..ha ha “.

Tuli  berdiri tegak sedikit melengkungkan tubuhnya kebelakang  memegang punggungnya” aaah pegel..” katanya sambil memicingkan matanya. “ Okey... hari sudah siang kita.. memasak sekarang”.




















No comments:

jasa arsitektur rumah dan desain villa, klik disini...