Sesungguhnya semuanya segala sesuatu di alam dunia ini tak bernama,
manusialah yang memberi nama. Oleh karena itu semua nama ini adalah artificial.
Dan semua itu terjadi setelah manusia mengenal bahasa. Untuk memudahkan
komunikasi mereka membuat nama nama atas segala sesuatu yang merupakan persetujuan
lokal atau regional maupun global.
Anehnya mereka semua percaya bahwa nama itu bener bener seakan ada dan
nyata, sehingga sering kita jumpai perselisihan, pertengkaran dan bahkan
peperangan atas nama sebuah nama. Nama hanyalah sederet huruf yang abstract,
yang katanya mewakili benda. Jadi seakan nama itu adalah roh dari sebuah benda.
Saya punya seekor anjing jenis Kintamani warna hitam. Ketika saya dapat
anjing itu dari seorang teman dia masih anjing bayi usia 1 bulan. Dia belum
bernama. Tapi kemudian saya beri dia nama ”Nero”. Disamping memang anjing itu
pintar, saya melihat setiap saya sebut Nero, dia segera datang dan melompat
lompat. Saya berfikir bahwa anjing ini bener bener merasa dirinya ada sebagai
Nero, dengan kata lain bahwa Nero itu bener bener eksis di alam semesta.
Padahal semua itu artificial. Saya sendiri yang menginstal nama Nero kepada si
anjing itu. Seandainya saya menginstal nama lain, maka ” Nero anjing ” lenyap
di alam semesta.
Begitu juga nama seseorang, termasuk nama kita sendiri masing-masing. Bahwa
nama tersebut yang diinstalkan kepada kita oleh orang tua kita adalah murni
artificial. Tapi ketika ada seseorang menghina atau menghujat nama kita, kenapa
kita merasa sakit ?. padahal seharusnya kita tenang tenang saja. Masa bodoh ,
mereka kan hanya mencaci atau menghujat sederet huruf huruf. Kalau kita sakit
hati karena nama kita di hujat, itu adalah kebodohan yang lucu.
Bukan hanya itu, bahkan orang bertengkar hebat atau berperang karena nama
kelompoknya dihujat atau nama negara atau nama agamanya di hujat. Mungkin ada
sekitar 20 persen peperangan di dunia ini hanya soal memperebutkan nama.
Sesuatu yang cukup lucu.
Nama adalah simbul simbul abstrak yang terus diinstal berulang ulang dari
sejak kita bayi sampai tua, yang membuat otak kita yakin bahwa simbul itu
adalah diri kita sendiri. Simbul itu benar benar seakan nyata dan eksis di alam
semesta. Sehingga ketika kita memaki nama seseorang maka beliau itu bisa
meninju kita. Ha ha .....
Dalam kesadaran yang lebih dalam , ketika kita menyelam lebih dalam ke
dimensi alam sebelum kita ada, maka semua nama itu lenyap. Nama itu tercipta
hanya di alam pikiran. Nama adalah bentuk keterikatan kita yang pertama dalam
pembentukan ego. Dalam Hindhu dikatakan ketika ” Purusha” roh suci dari Atman (
percikan Brahman/Tuhan) yang merupakan non fisical material bertemu dengan ”Prakrithi” yang merupakan
fisical material, maka terciptalah sebuah keterikan ( Bonding ) yang disebut
”Guna”.
Guna ini terdiri dari 3 keterikatan yaitu ”Satwam, Rajah, Tamah”. Nah... ketiga keterikatan inilah yang membentuk ”Ego” ( sebuah insight yang
mengatakan bahwa kamu ada sebagai sebuah diri ” you are exist ” ).
Kemudian sang Ego ini akan membentuk pikiran yang dapat memerintah
Pancaindra. Kemudian dari segala data data input yang masuk lewat Pancaindra,
pikiran akan merajutnya menjadi sebuah bentukan atau model yang grand designnya sudah di order oleh sang
Ego. Jadi inilah yang disebut faham atau respon seseorang terhadap realita.
Sehingga setiap orang memunculkan penotype yang tak bisa persis sama. Setiap orang
adalah gambaran dari dirinya, gambaran dari eksistensi ”Guna” , eksistensi dari
keterikatan antara ”Purusha dan Prakrithi” . Bagaimanapun gambaran dan
tanggapan dia terhadap dunia dan kehidupan itulah gambaran seorang dia,
cerminan eksistensi ”Guna”.
Jadi dunia dan kelahiran kita di fisikal material ini adalah pacuan lomba
atau perhelatan dalam rangka membangun kesadaran untuk melepaskan keterikatan
atau energy Guna itu. Agar kita tak lagi terbelesak kedalam kegelapan
Prakrithi, berputar putar dalam siklus Samsara Punarbhawa yang tak ada
ujungnya. Lalu di dunia kita akan bertengkar soal nama, mengejar nama,
mempertahankan nama, mengejar kemasyuran nama. Kenapa kita seperti anak anak ?
. Bermain di taman kanak kanak sampai semalam suntuk, lupa untuk pulang ke
rumah ke abadian, lupa menemui orang tua
kita yang sejati yang maha penyayang. Kita semua adalah Purusha, roh suci
Atman, sumber kabahagiaan, kekuasaan dan pengetahuan sejati tanpa batas dan
abadi.